Pagiku hilang tertimbun guling, jam telah menunjukkan 06.25
WIB saat ku mulai mengucek-ngucek mata. Ah, lagi-lagi ku bangun kesiangan
gara-gara tak bisa tidur semaleman suntuk. Mata ini baru bisa terpejam saat
sijago mulai mengeluarkan suara paraunya. Tiba-tiba silambung mulai mengerahkan
cacing-cacingnya tuk berteriak, ingin
rasanya ada seseorang yang mengirimkan saya sebungkus nasi dengan berbagai
tatanan lauk diatasnya. “Tapi itu mustahil tutut, kamu kan tidak berlangganan
katering, jangan ngimpi laah... sudah siang” gumanku dalam hati.
Hemmm... tiba-tiba ku keinget komen-komen si ulum (anak LPM
Millenium STAIN) di status facebook
ku. “ghag bisa tidur nih lum...” ujarku, dan spontan ia menjawab “ ah, itu sih
efek laper tut”. Kalau dipikir-pikir benar juga sih, terlalu keren bila
kumenyebut tak bisa tidurku semalem dengan istilah insomnia (gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur), “tapi gue bener-bener susah tidur”, Logikaku seolah tak bisa
menerima argumen sehat itu.
Segera ku bergegas kekamar mandi dan kusirami tubuh ini
dengan segayung air dan berbagai macam busa yang bisa kupakai tuk menambah
sedikit aroma wangi pada tubuh. 15 menit berlalu, dan sayapun keluar dari kamar
mandi, seger juga kalau habis tidur langsung mandi. Maklumlah baru kali ini ku
berlagak rajin mandi pagi, biar bisa sedikit mengurangi rasa pening yang belum
hilang karena tak tidurku semalem.
Tiba-tiba terbesit dalam otak tuk segera menyantap menu yang
dari semalam saya pingin. Pecel H Syukri, salah satu pecel pincuk yang dijual
di daerah kampus jember yang sudah tak asing cita rasa dan tingkat keseimbangan
dalam meracik bumbu-bumbunya. “Tapi butuh ribuan langkah tuk bisa sampai diwarung
H Syukri”, seolah penyakit malasku datang lagi tuk mulai menemani hari-hariku
di 11 mei itu. “Ah gua laper, Apa salahnya sedikit memanjakan perut dengan
mengorbankan otot-otot kakiku, setidaknya untuk menyambut pagi yang telah
kusia-siakan suara ayam berkokonya”, ternyata otakku masih bisa membawa argumen
yang dapat memanjkan cacing-cacing bandelku.
Sudah banyak kali ku ayunkan kaki ini tuk bisa sampai
ditempat tujuan. Ada sikucing yang sedang asyik mencari makanan disela-sela
tumpukan sampah. Ada si induk ayam yang dengan cekatan memilah dan memilih butiran-butiran
makan untuk dijadikan santapan lezat mereka pada pagi ini. Ada pula si Aku yang sudah mengeluarkan embun pada
kulit gelapnya karena terlalu lama mengayunkan kaki beralaskan kain kaleb warna
krem dengan corak ungu merek Homyped itu.
Setelah 15 menit kuberjalan, akhirnya kubisa melihat baner
hijau bertuliskan “Pecel Pincuk H Syukri Rp 4500” lega rasanya kubisa membaca
barisan alfabet itu. “Ah, tak jauh beda dengan durasiku untuk mandi”. Kumelihat
ada 3 motor yang parkir didepan warung ini, namun tak ada satupun pembeli yang
mengantri nasi disitu. Itu karena memang
mereka sedang makan didalam warung, sedangkan nasi pecel diracik diluar
ruangan, lebih tepatnya dimuka warung yang memiliki eksterior cat berwarna
oranye.
Seorang ibu separuh baya sedang duduk santai dipojok baner, ia
pun menyambutku dengan kalimat-kalimat hangat. “Pagi adek, mau beli pecel?”
kemudian ku memangguk dengan sedikt bersuara “Ia bu..”, ” Makan sini atau
dibungkus?”, “Dibungkus bu...”,”Untuk berapa orang dek?”, “Satu bu...”, “O
iyha... monggo langsung ke ibunya sana”, sambil mengayunkan tangan kanannya
kearah ibu yang sedang berdiri dipinggir meja yang sudah bertatakan
pincukan-pincukan nasi yang ditutupi dengan berbagai macam sayuran hijau serta
beberapa lembar daun kemangi. “Mau tambah apa mbak?” ujar ibu itu setelah
mengangkat satu pincuk nasi yang berbalut dua lembar daun pisang itu, “ Oh...
tambah dendeng aja bu...” , dengan cekatan ibu paruh baya itu langsung
mengambil satu buah dendeng daging sapi dan menyelipkannya di antara dua lembar
daun pembungkusnya. “ Bayarnya langsung kekasir mbak”, segera saya menuju
pemuda berkacamata yang sedang asyik menggoreskan jarinya dilayar berukuran
sekitar 12x7 cm. “Pecel satu porsi ditambah satu buah dendeng sapi mas” seruku
kepada mas berkulit sawo matang itu. Sambil menekan tombol-tomboh yang dibubuhi
angka ia mengatakan “ Delapan ribu lima ratus mbak”.
Tercapai sudah keinginanku tuk sarapan nasi pecel H Syukri
dipagi ini, sambil melangkah kerumah yang bertempat di ke Jl. Kalimantan 14 no.
28 kuterus mendengar suara-suara aneh yang muncul dari dasar lambung perutku.
Alhamdulillah, menu sarapan pagi ini telah memenuhi gaya hidup 4 sehat, meski
belum 5 sempurna. Maklumlah, anak kos. ^_^.
komen :P
ReplyDeleteapa may?
ReplyDeletejare dikongkon komen.. :D
ReplyDeletelanjutkan kakak,, ^^
ReplyDeletemaya: hemmmm.,.,.,.,.
ReplyDeleteerin: iyha oeniii,.,.,