Pages

Sunday 12 May 2013

Sudah [4] Sehat Tapi Belum [5] Sempurna


Pagiku hilang tertimbun guling, jam telah menunjukkan 06.25 WIB saat ku mulai mengucek-ngucek mata. Ah, lagi-lagi ku bangun kesiangan gara-gara tak bisa tidur semaleman suntuk. Mata ini baru bisa terpejam saat sijago mulai mengeluarkan suara paraunya. Tiba-tiba silambung mulai mengerahkan cacing-cacingnya tuk berteriak,  ingin rasanya ada seseorang yang mengirimkan saya sebungkus nasi dengan berbagai tatanan lauk diatasnya. “Tapi itu mustahil tutut, kamu kan tidak berlangganan katering, jangan ngimpi laah... sudah siang” gumanku dalam hati.
Hemmm... tiba-tiba ku keinget komen-komen si ulum (anak LPM Millenium STAIN) di status facebook ku. “ghag bisa tidur nih lum...” ujarku, dan spontan ia menjawab “ ah, itu sih efek laper tut”. Kalau dipikir-pikir benar juga sih, terlalu keren bila kumenyebut tak bisa tidurku semalem dengan istilah insomnia (gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur), “tapi gue bener-bener susah tidur”, Logikaku seolah tak bisa menerima argumen sehat itu.
Segera ku bergegas kekamar mandi dan kusirami tubuh ini dengan segayung air dan berbagai macam busa yang bisa kupakai tuk menambah sedikit aroma wangi pada tubuh. 15 menit berlalu, dan sayapun keluar dari kamar mandi, seger juga kalau habis tidur langsung mandi. Maklumlah baru kali ini ku berlagak rajin mandi pagi, biar bisa sedikit mengurangi rasa pening yang belum hilang karena tak tidurku semalem.
Tiba-tiba terbesit dalam otak tuk segera menyantap menu yang dari semalam saya pingin. Pecel H Syukri, salah satu pecel pincuk yang dijual di daerah kampus jember yang sudah tak asing cita rasa dan tingkat keseimbangan dalam meracik bumbu-bumbunya. “Tapi butuh ribuan langkah tuk bisa sampai diwarung H Syukri”, seolah penyakit malasku datang lagi tuk mulai menemani hari-hariku di 11 mei itu. “Ah gua laper, Apa salahnya sedikit memanjakan perut dengan mengorbankan otot-otot kakiku, setidaknya untuk menyambut pagi yang telah kusia-siakan suara ayam berkokonya”, ternyata otakku masih bisa membawa argumen yang dapat memanjkan cacing-cacing bandelku.
Sudah banyak kali ku ayunkan kaki ini tuk bisa sampai ditempat tujuan. Ada sikucing yang sedang asyik mencari makanan disela-sela tumpukan sampah. Ada si induk ayam yang dengan cekatan memilah dan memilih butiran-butiran makan untuk dijadikan santapan lezat mereka pada pagi ini. Ada pula si Aku yang sudah mengeluarkan embun pada kulit gelapnya karena terlalu lama mengayunkan kaki beralaskan kain kaleb warna krem dengan corak ungu merek Homyped itu.  
Setelah 15 menit kuberjalan, akhirnya kubisa melihat baner hijau bertuliskan “Pecel Pincuk H Syukri Rp 4500” lega rasanya kubisa membaca barisan alfabet itu. “Ah, tak jauh beda dengan durasiku untuk mandi”. Kumelihat ada 3 motor yang parkir didepan warung ini, namun tak ada satupun pembeli yang mengantri nasi disitu. Itu  karena memang mereka sedang makan didalam warung, sedangkan nasi pecel diracik diluar ruangan, lebih tepatnya dimuka warung yang memiliki eksterior cat berwarna oranye.
Seorang ibu separuh baya sedang duduk santai dipojok baner, ia pun menyambutku dengan kalimat-kalimat hangat. “Pagi adek, mau beli pecel?” kemudian ku memangguk dengan sedikt bersuara “Ia bu..”, ” Makan sini atau dibungkus?”, “Dibungkus bu...”,”Untuk berapa orang dek?”, “Satu bu...”, “O iyha... monggo langsung ke ibunya sana”, sambil mengayunkan tangan kanannya kearah ibu yang sedang berdiri dipinggir meja yang sudah bertatakan pincukan-pincukan nasi yang ditutupi dengan berbagai macam sayuran hijau serta beberapa lembar daun kemangi. “Mau tambah apa mbak?” ujar ibu itu setelah mengangkat satu pincuk nasi yang berbalut dua lembar daun pisang itu, “ Oh... tambah dendeng aja bu...” , dengan cekatan ibu paruh baya itu langsung mengambil satu buah dendeng daging sapi dan menyelipkannya di antara dua lembar daun pembungkusnya. “ Bayarnya langsung kekasir mbak”, segera saya menuju pemuda berkacamata yang sedang asyik menggoreskan jarinya dilayar berukuran sekitar 12x7 cm. “Pecel satu porsi ditambah satu buah dendeng sapi mas” seruku kepada mas berkulit sawo matang itu. Sambil menekan tombol-tomboh yang dibubuhi angka ia mengatakan “ Delapan ribu lima ratus mbak”.
Tercapai sudah keinginanku tuk sarapan nasi pecel H Syukri dipagi ini, sambil melangkah kerumah yang bertempat di ke Jl. Kalimantan 14 no. 28 kuterus mendengar suara-suara aneh yang muncul dari dasar lambung perutku. Alhamdulillah, menu sarapan pagi ini telah memenuhi gaya hidup 4 sehat, meski belum 5 sempurna. Maklumlah, anak kos. ^_^.

 02.39 a.m
minggu, 12 mei 2013

5 comments: